Senin, 04 Januari 2010

Majelis Buddhayana Indonesia Kota Surbaya


Pada hari Asadha 2499 atau 4 Juli 1955, Bhante Ashin Jinarakkhita mendirikan organisasi Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI) di Vihara Buddha Daya Watugong, Ungaran. PUUI sebagai wadah bagi pembantu Bhante. Upasaka Upasika adalah umat yang sudah menyatakan diri berlindung kepada Triratna dan berjanji untuk melaksanakan pancasila lewat sebuah ritual yang disebut Visudhi.
Pada tahun 1956 umat Buddha sedunia merayakan Buddha Jayantim genapnya masa 2500 tahun perjalanan sejarah agama Buddha terhitung sejak Buddha Gautama wafat. Selama ini beredar ramalan yang menyatakan bahwa setelah 2500 tahun agama Buddha akan lenyap, atau sebaliknya akan berkembang kembali. Melalui perayaan ini tersirat harapan agama Buddha bangkit di zaman modern. Di Indonesia perayaan Buddha Jayanti ditandai semangat kebangkitan kembali agama Buddha yang pernah terkubur di bawah reruntuhan kerajaan Majapahit. PUUI menerbitkan buku “2500 tahun Buddha Jayanti” yang memuat bermacam-macam tulisan mengenai agama Buddha, baik Theravada, Mahayana, maupun Vajrayana. Diantaranya terdapat tulisan mengenai Candi Borobudur, termasuk penjelasan bahwa arca yang belum selesai dari stupa induk melambangkan Adi Buddha.
Organisasi PUUI ini semakin besar dan konflik tidak terhindarkan. Perselisihan terjadi bermula karena ambisi pribadi dan kurangnya pemahaman keagamaan. Para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan dan berdiri diatas semua golongan tidak berhasil menyamakan persepsi. Perkembangan dan kecenderungan bahkan persaingan yang bersifat sektarian menguak.
Pada tahun 1972, PUUI berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI). Pada taun 1976 MUABI mengganti nama menjadi Majelis Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia. Pada tahun 1979 MUABI setelah kongres umat Buddha Indonesia diubah namanya menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) yang berkedudukan sebagai pembantu dan bertanggungjawab kepada Sangha Agung Indonesia.
Majelis Buddhayana Indonesia bertugas sebagai jembatan antara umat, vihara, dan Sangha sehingga terjalinlah hubungan yang harmonis. MBI ini tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dimana setiap propinsi MBI memiliki Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bertanggung jawab atas daerahnya. Disetiap daerah ini juga dibagi menjadi Dewan Perwakilan Daerah Kotamadya yang bertanggung jawab atas Vihara-vihara di kota tersebut. MBI kota inilah yang merangkul vihara-vihara disebuah kota yang berada dibawah naungan Sangha Agung Indonesia agar terorganisir dengan baik. Dalam mengemban tugasnya, MBI kota juga melakukan pelatihan-pelatihan terhadap pengurus-pengurus vihara agar dapat meningkatkan nilai moral dan spiritual.
Majelis Buddhayana Indonesia kota Surabaya baru-baru ini melakukan pergantian pengurus, dari pengurus lama yang diketuai oleh Bpk. Irwan Pontoh yang kemudian menyerahkan tongkat estafet kepengurusan MBI Kota Surabaya kepada Bpk. Kho Jan Suwandi. Kepengurusan MBI Kota surabaya yang baru berjalan beberapa bulan ini sudah melihatkan perkembangan yang baik. Untuk selama 4 tahun masa bakti ini, diharapkan bantuan dari segala pihak dalam kelangsungan Majelis Buddhayana Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar